Minggu, 31 Mei 2009

Raih Pekerjaan Impian via Wawancara Telepon

Wawancara via telepon seringkali dilakukan antara pewawancara dan pelamar pekerjaan. Penyebabnya bisa bermacam-macam. Mungkin Anda melamar pekerjaan di luar negeri, atau pihak yang berwenang mewawancara kebetulan memang berpusat di negara tertentu. Wawancara telepon bisa juga dilakukan sebagai sarana penyaring awal, untuk menyempitkan kelompok kandidat sebelum mengundang mereka langsung untuk wawancara tatap muka.

Namun meskipun hanya dilakukan melalui telepon, dan pembicaraan terdengar begitu santai, tidak berarti wawancara seperti ini tidak penting. Anda tetap perlu mempersiapkan diri seolah akan langsung menghadapi bos perusahaan tersebut. Berikut adalah cara memberikan kesan yang baik saat melakukan wawancara via telepon:

Persiapan yang matang
Cari tempat yang tenang

Jangan melakukan hal lain saat menerima telepon
Siapkan kertas, dan dokumen yang sewaktu-waktu diperlukan
Duduk atau berdiri?

Cari tahu siapa yang akan menelepon
Biarkan jika ada jeda di sela pembicaraan


Sabtu, 30 Mei 2009

Tantangan dan Tren Pendidikan Tinggi

Institusi pendidikan tinggi (universitas) tidak steril dari tuntutan dan perkembangan zaman. Kemampuan menyikapi tantangan dan tren yang dibawa oleh zaman akan sangat menentukan apakah sebuah universitas dapat tetap kompetitif atau kehilangan pasar. Tantangan dan tren inilah yang memaksa dan mengharuskan universitas untuk menerapkan logika korporasi, dengan mengedepankan prinsip-prinsip efisiensi pembiayaan, memperhitungkan setiap risiko (calculability), dan kemampuan untuk memprediksi tantangan dan tren ke depan (predictability). Dalam bahasa Kezar (2000), peran seorang rektor akan semakin menyerupai manajer perusahaan, dan manajemen universitas makin menitikberatkan pada akuntabilitas. Salah satu dampak dari perubahan ini adalah bergesernya fokus pendidikan dari sasaran utamanya, yaitu mahasiswa. Tuntutan masyarakat akan kualitas pendidikan tinggi yang bermutu dan murah pasti akan menyulitkan universitas dalam mendesain, baik program maupun kepastian lulusannya agar dapat diterima pasar kerja (Kovel-Jarboe, 2000).

Setiap universitas dapat dipastikan memiliki problem sosialnya sendiri. Pada saat bersamaan, dalam setiap masyarakat juga memiliki masalah dan isu-isu yang berkaitan dengan dunia universitas. Strategi yang mungkin akurat untuk mengatasi masalah-masalah tersebut sangat bergantung pada kondisi struktur dan kepemimpinan di tingkat lokal dan latar belakang kesejarahan masyarakat itu sendiri. Segenap potensi sumber daya universitas seyogianya digunakan untuk memperbarui, memvalidasi, dan memperluas wilayah keilmuan yang bersifat humanis dengan menggunakan metode-metode pengetahuan standar. Metode pengetahuan tentu saja hanya dapat ditransmisi dalam suatu tatanan masyarakat yang demokratis dan terbuka sebagai bentuk way of life. Pentingnya budaya demokratis yang bertanggung jawab di universitas adalah tuntutan lain dari kebutuhan dan perkembangan psikososial mahasiswa kita yang semakin sensitif terhadap semua jenis isu sosial dan politik (Dickinson, 1991).


Sistem Pendidikan

Pada tahap sekarang ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunanan dalam dunia pendidikan walaupun tampaknya dunia pendidikan di indonesia masih sangat memprihatinkan namun di balik itu dunia pendidikan di Indonesia mengalami sedikit peningkatan bila kita bandingkan dengan dunia pendidikan yang ada di Indonesia sebelumnya.

Namun semua itu masih banyak hal yang perlu di perbaiki dalam dunia pendidikan yang ada di Indonesia antara lain sistem pendidikan yang ada sekarang ini.

Sistem pendidikan yang ada di Indonesia kayaknya perlu ada perumbakan dalam arti tidak merumbak untuk menghancurkan sistem pendidikan yang lama dengan mengganti metode yang baru, namun kita harus bisa sama-sama menutupi lobang-lobang yang ada dalam dunia pendidikan sekarang ini.

Sebagai mana metode pengajaran yang ada di bangku kuliah sekarang ini masih menganggap seorang mahasiswa itu sebagai anak-anak yang bodoh dan perlu di dikte oleh dosen padahal pada kenyataannya seorang mahasiswa itu belum tentu lebih bodoh dari dosennya akan tetapi mungkin dosennya lebih bodoh dari mahasiswanya, namun Dosen lebih dahulu memandang dunia ini, seperti yang kita lihat sekarang ini keadaan real yang ada dosen selalu memegang kekuasaan kebenaran padahal dosen tersebut belum tentu benar.

Maka sistem seperti itu harus kita ubah agar mahasiswa kuliah itu tidak hanya mengejar nilai yang bagus di mata dosen tapi mahasiswa itu membuka wacananya berpikir dan bisa mengatakan kebenaran menurut pola /sudut pikirannya, kalau memang itu pada kenyataannya benar.

Karna semua itu adalah salah satu tahap awal bagi seorang mahasiswa untuk membuka wacananya berpikir krisis dan berinteraksi langsung dengan dunia pendidikan yang ada..


Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang

Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang

Profesor Toshiko Kinosita mengemukakan bahwa sumber daya manusia Indonesia masih sangat lemah untuk mendukung perkembangan industri dan ekonomi. Penyebabnya karena pemerintah selama ini tidak pernah menempatkan pendidikan sebagai prioritas terpenting. Tidak ditempatkannya pendidikan sebagai prioritas terpenting karena masyarakat Indonesia, mulai dari yang awam hingga politisi dan pejabat pemerintah, hanya berorientasi mengejar uang untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berfikir panjang (Kompas, 24 Mei 2002).

Pendapat Guru Besar Universitas Waseda Jepang tersebut sangat menarik untuk dikaji mengingat saat ini pemerintah Indonesia mulai melirik pendidikan sebagai investasi jangka panjang, setelah selama ini pendidikan terabaikan. Salah satu indikatornya adalah telah disetujuinya oleh MPR untuk memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 % dari APBN atau APBD. Langkah ini merupakan awal kesadaran pentingnya pendidikan sebagai investasi jangka pangjang. Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka panjang.

Pertama, pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif.

Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah sebenarnya arah kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini. Di Amerika Serikat (1992) seseorang yang berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dollar, master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta dollar. Sementara itu lulusan pendidikan lanjutan hanya berpanghasilan rata-rata 19 juta dollar per tahun. Pada tahun yang sama struktur ini juga terjadi di Indonesia. Misalnya rata-rata, antara pedesaan dan perkotaan, pendapatan per tahun lulusan universitas 3,5 juta rupiah, akademi 3 juta rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah, dan SD hanya 1,1 juta rupiah.

Para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya. (Walter W. McMahon dan Terry G. Geske, Financing Education: Overcoming Inefficiency and Inequity, USA: University of Illionis, 1982, h.121).

Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu negara untuk membangun bangsanya. Hal ini dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya sehingga pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan nasional.

Nilai

Balik Pendidikan
Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi (Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi. Balai Pustaka: Jakarta, 1999, h.247).

Pilihan investasi pendidikan juga harus mempertimbangkan tingkatan pendidikan. Di Asia nilai balik sosial pendidikan dasar rata-rata sebesar 27 %, pendidikan menengah 15 %, dan pendidikan tinggi 13 %. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka manfaat sosialnya semakin kecil. Jelas sekali bahwa pendidikan dasar memberikan manfaat sosial yang paling besar diantara tingkat pendidikan lainnya. Melihat kenyataan ini maka struktur alokasi pembiayaan pendidikan harus direformasi. Pada tahun 1995/1996 misalnya, alokasi biaya pendidikan dari pemerintah Indonesia untuk Sekolah Dasar Negeri per siswa paling kecil yaitu rata-rata hanya sekirat 18.000 rupiah per bulan, sementara itu biaya pendidikan per siswa di Perguruan Tinggi Negeri mendapat alokasi sebesar 66.000 rupiah per bulan. Dirjen Dikti, Satrio Sumantri Brojonegoro suatu ketika mengemukakan bahwa alokasi dana untuk pendidikan tinggi negeri 25 kali lipat dari pendidikan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan yang lebih banyak dialokasikan pada pendidikan tinggi justru terjadi inefisiensi karena hanya menguntungkan individu dan kurang memberikan manfaat kepada masyarakat.

Reformasi alokasi biaya pendidikan ini penting dilakukan mengingat beberapa kajian yang menunjukkan bahwa mayoritas yang menikmati pendidikan di PTN adalah berasal dari masyarakat mampu. Maka model pembiayaan pendidikan selain didasarkan pada jenjang pendidikan (dasar vs tinggi) juga didasarkan pada kekuatan ekonomi siswa (miskin vs kaya). Artinya siswa di PTN yang berasal dari keluarga kaya harus dikenakan biaya pendidikan yang lebih mahal dari pada yang berasal dari keluarga miskin. Model yang ditawarkan ini sesuai dengan kritetia equity dalam pembiayaan pendidikan seperti yang digariskan Unesco.

Itulah sebabnya Profesor Kinosita menyarankan bahwa yang diperlukan di Indonesia adalah pendidikan dasar dan bukan pendidikan yang canggih. Proses pendidikan pada pendidikan dasar setidaknnya bertumpu pada empat pilar yaitu learning to know, learning to do, leraning to be dan learning live together yang dapat dicapai melalui delapan kompetensi dasar yaitu membaca, menulis, mendengar, menutur, menghitung, meneliti, menghafal dan menghayal. Anggaran pendidikan nasional seharusnya diprioritaskan untuk mengentaskan pendidikan dasar 9 tahun dan bila perlu diperluas menjadi 12 tahun. Selain itu pendidikan dasar seharusnya �benar-benar� dibebaskan dari segala beban biaya. Dikatakan �benar-benar� karena selama ini wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah tidaklah gratis. Apabila semua anak usia pendidikan dasar sudah terlayani mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya, barulah anggaran pendidikan dialokasikan untuk pendidikan tingkat selanjutnya.

Teknologi Informasi Komputer

PERANG ponsel pintar di tanah air tampaknya masih akan terus bergulir. Setelah iPhone dan Blackberry masuk dan menghadirkan irama baru dalam persaingan pasar ponsel pintar di tanah air.

Kamis (14/5) lalu giliran pabrikan Microsoft mengumumkan kehebatan sistem operasi Windows Mobile 6.1 besutan mereka. Sistem operasi teranyar itu diklaim Microsoft tidak kalah hebat dengan sistem operasi mobile lain seperti Research In Motion yang tertanam di Blackberry maupun iPhone OS.

Pada acara jumpa pers yang berlangsung di Hotel Ritz Carlton Jakarta itu, Microsoft Indonesia memperkenalkan beberapa fitur andalan Windows Mobile 6.1 seperti penyimpanan waktu baru, navigasi yang semakin mudah serta perlindungan keamanan yang lebih tinggi.

Regional Channel and Consumer Marketing Mobile Communication Business Asia Pacific and Greater China Microsoft David Tse mengatakan selain tampilan yang semakin ciamik, hal lain yang menarik dari versi Windows Mobile teranyar adalah kemudahan personalisasi telepon. Kita bisa mengganti profil telepon sesuai aktivitas yang sedang kita lakukan. Selain itu, kata Tse, para pemilik akun email Hotmail maupun ID Live juga bisa menikmati layanan pushmail secara cuma-cuma.

Pembaruan lain yang mencolok pada Windows Mobile 6.1 adalah penggunaan Internet Explorer (IE) Mobile baru. Tidak sekadar basa-basi, pada kesempatan tersebut Microsoft juga menunjukkan bagaimana IE Mobile memungkinkan pengguna membuka halaman situs secara penuh, lengkap dengan multimedia layaknya berselancar menggunakan PC.

Technology Manager Southeast Asia Microsoft Deddy Kristiady menjelaskan IE Mobile pada Windows Mobile 6.1 memiliki kemampuan yang dirancang untuk PC. Menurutnya, browser itu juga sudah mendukung pula teknologi H.264, Adobe Flash dan Microsoft Silverlight.

Hingga saat ini, Windows Mobile telah disuntikkan ke dalam berbagai ponsel pintar antara lain Samsung Omnia, Acer M 900, Sony Ericsson Xperia 1, HP IPAQ Data Messenger, HP IPAQ 910C, HP IPAQ 912 Series, HTC Touch Diamond 2, HTC Touch 3G, LG KS20, dan LG Eigen GM730. Tse mengklaim hingga saat ini penjualan perangkat telepon dengan Windows Mobile sudah mencapai 15 juta perangkat di seluruh dunia. (AF/OL-02)

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

Sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten dilibatkan secara langsung dalam penyusunan silabus kurikulum berbasis komperensi yang mulai diterapkan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam tahun ajaran baru tahun ini.

Menurut Kepala Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Dr.Siskandar , penerapan kurikulum berbasis kompentensi itu sesuai dengan tuntutan perkembangan kondisi negara dan sistem administrasi pemerintahan.

Dr.Siskandar menjelaskan bahwa materi pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK) tidak jauh berbeda dengan kurikulum 1994 yang dpakai sekolah - sekolah pada waktu lalu.Yang membedakan antara kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan kurikulum sebelumnya adalah adanya partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah di dalam menjabarkan materi kurikulum yang bersifat nasional melalui silabus.

Di dalam kurikulum ini , silabus adalah isi kompetensi dan elaborasi (uraian dan rincian) materi pelajaran , pembelajran dan penilaian serta pengalokasian waktu yang disusun sesuai dengan semester dan kelas masing - masing.Silabus juga sebagai bentuk operasional kompetensi dan materi pelajaran pokok sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan serta mengelola kegiatan pembelajaran.

Untuk menjamin bahwa kompentensi dasar yang telah ditentukan dapat dicapai maka perlu prinsip ketuntasan belajar ( mastery learning) dalam pembelajaran dan penilaian.

Sebenarnya KBK itu sendiri adalah kurikulum ideal yang tidak saja akan berhasil meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita , tetapi juga menuntut para praktisi pendidikan khususnya para guru untuk mempersiapkan seluruh potensi dirinya.Tujuan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi ini adalah untuk menghasilkan terjadinya demokratisasi pendidikan.Diharapkan hasil keluaran KBK dapat menciptakan lulusan yang menghargai keberagaman (misalnya dalam perbedaan pendapat , agama , ras maupun budaya). Pengkonstuksian dan penyususnan pengetahuan berlangsung dan dilakukan dari , oleh dan untuk para peserta didik.Dengan demikian , dalam penyusunan rencana pembelajaran , seorang guru harus mampu menyusunnya sehingga kelas dapat berlangsung dalam Susana fun (menyenangkan) , demokratis dan terbuka.

Pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan adalah pendekatan kontruktivisme , sains , teknologi dan pendekatan inquri secara utuh.Keutuhan suatu materi pelajaran tentu parameternya harus komprehensif.Misalnya guru harus cerdas , tepat seta efektif dalam menafsikan dan mengimplementasikan KBK yang menjamin tercapainya kompetensi-kompetensi tamatan.

Dengan ketiga pola pendekatan tersebut di atas , para peserta didik diberikan kesempatan untuk menemukan suatu konsep dengan menggunakan kompetensi yang dimiliki.Ketercapaian penggalian dan penemuan kompetensi , dilakukan oleh peserta didik itu sendiri sehingga mereka mampu menghayati dan mengamalkan untuk bertaqwa kepada Tuhan Yyang Maha Esa , rasa ingin tahu , toleransi , berfikir terbuka , percaya diri ,kasih saying , peduli sesama , kebersamaan , kekeluargaan dan persahabatan.


Ilmu Pengetahuan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) disebut juga sebagai synthetic science, karena konsep, generalisasi, dan temuan-temuan penelitian ditentukan atau diobservasi setelah fakta terjadi (Welton dan Mallan, 1988 : 66-67). Informasi faktual tentang kehidupan sosial atau masalah-masalah kontemporer yang terjadi di masyarakat dapat ditemukan dalam liputan (exposure) media massa (Wronski, 1971 : 430-434), karena media massa diyakini dapat menggambarkan realitas sosial dalam berbagai aspek kehidupan. Meskipun untuk itu, informasi atau pesan (message) yang ditampilkannya-sebagaimana dapat dibaca di surat kabar atau majalah, didengarkan di radio, dilihat di televisi atau internet-telah melalui suatu saringan (filter) dan seleksi dari pengelola media itu untuk berbagai kepentingannya (misalnya : untuk kepentingan bisnis atau ekonomi, kekuasaan atau politik, pembentukan opini publik, hiburan [entertainment] hingga pendidikan).

Terlepas dari berbagai kepentingan yang melatarbelakangi pemunculan suatu informasi atau pesan yang disajikan oleh media massa, kiranya tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pada masa kini pertemuan orang dengan media massa sudah tidak dapat dielakkan lagi. Tidaklah berlebihan kiranya apabila abad ke-21 disebut sebagai abad komunikasi massa (Rakhmat, 1985 : 174). Bahkan dalam pembabakan sejarah umat manusia, McLuhan (1964) menyatakannya sebagai babak neo-tribal (sesudah babak tribal dan babak Gutenberg), yakni masa di mana alat-alat elektronis memungkinkan manusia menggunakan beberapa macam alat indera dalam komunikasi. Adapun Toffler (1981) menamakannya sebagai The Third Wave.

Sementara itu, seiring dengan pesatnya perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software), akan membawa perubahan bergesernya peranan guru-termasuk guru IPS-sebagai penyampai pesan/informasi. Ia tidak bisa lagi berperan sebagai satu-satunya sumber informasi bagi kegiatan pembelajaran para siswanya. Siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber-terutama dari media media massa, apakah dari siaran televisi dan radio (media elektronik), surat kabar dan majalah (media cetak), komputer pribadi, atau bahkan dari internet. Sehingga sistem pembelajaran yang cocok untuk mengelaborasi itu semua adalah sebagaimana digagas oleh Morris (1963 : 12) di bawah ini :

Gambar 1. Sistem Pembelajaran

Adalah tidak berlebihan kiranya apabila Splaine (Shaver, 1991 : 300-309) menyebutkan bahwa media massa sangat berpengaruh di dalam pendidikan IPS. Hal ini didasarkan pada berbagai temuan penelitian yang menyiratkan, antara lain :

1. Media massa, khususnya televisi, telah begitu memasyarakat;.

2. Media massa berpengaruh terhadap proses sosialisasi;

3. Orang-orang lebih mengandalkan informasi yang berasal dari media massa daripada dari orang lain;

4. Para guru IPS perlu memberdayakan media massa sebagai sumber pembelajarannya; dan

5. Para orang tua dan pendidik, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, dapat meminimalisasikan pengaruh negatif media massa dan mengoptimalkan dampak positifnya.

Dari sini, maka dapatlah ditarik probematika sebagai berikut : Sudahkah guru-guru IPS memberdayakan media massa sebagai sumber pembelajarannya secara efektif ?, dan Apakah para siswa sudah memanfaatkan media massa sebagai sumber pembelajaran IPS? Tentu saja untuk menjawabnya diperlukan sebuah pembuktian empirik!.

Namun, terdapat sebuah "amanat yuridis-formal" yang sudah semestinya diimplementasikan secara praksis, yakni sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 35, yang menyatakan bahwa "Setiap satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat harus menyediakan sumber belajar"; kemudian di dalam Penjelasannya ditegaskan bahwa :

Pendidikan tidak mungkin dapat terselenggara dengan baik bilamana para tenaga kependidikan maupun para peserta didik tidak didukung oleh sumber belajar yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar yang bersangkutan.

B. Pengertian IPS

Hingga saat ini, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) hanyalah sebuah program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social sciences), maupun ilmu pendidikan (Somantri, 2001 : 89). Social Science Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS) menyebut IPS sebagai "Social Science Education" dan "Social Studies".

Pada tahun 1992, NCSS telah mendefinisikan IPS sebagai berikut :

Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world. (Stahl dan Hartoonian, 2003)

Sementara itu berdasarkan hasil rumusan Forum Komunikasi II HISPIPSI di Yogyakarta (1991) dan menurut versi FPIPS dan Jurusan Pendidikan IPS, dapat diformulasikan pengertian IPS, seperti dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1. Definisi IPS Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan IPS untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah Pendidikan IPS untuk tingkat pendidikan tinggi

Pendidikan IPS adalah penyederhanaan adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis untuk tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah dalam kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila Pendidikan IPS adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila

Sumber : Somantri, 2001 : 103.

Dengan demikian, maka untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah, IPS diimplemementasikan sebagai Social Studies dan untuk tingkat pendidikan tinggi sebagai Social Science Education. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Implementasi IPS di tingkat pendidikan dasar, menengah, dan tinggi

Menurut Depdikbud (1994), IPS yang diajarkan di tingkat pendidikan dasar mencakup bahan kajian lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan, serta bahan kajian sejarah. Sedangkan untuk jenjang pendidikan menengah didasarkan pada bahan kajian pokok Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Antropologi, Tata Negara, dan Sejarah.


Pendidikan dan Informasi Hukum

Pendidikan dan informasi hukum merupakan sarana dan modal penting bagi masyarakat untuk mengetahui hukum dan berminat untuk mengetahuinya lebih jauh lagi. Selama ini pendidikan dan informasi hukum hanya diperuntukkan bagi mereka yang menempuh pendidikan formal di Fakultas Hukum dan meraih gelar Sarjana Hukum.

Untuk itulah Pendidikan dan informasi hukum bagi masyarakat sangat diperlukan sehingga masyarakat tidak menjadi masyarakat yang buta atau awam terhadap hukum. Sehingga tidak lagi masyarakat hanya mengenal hukum adat - istiadat saja maupun hukum kebiasaan yang berlaku secara lokal saja tetapi diharapkan masyarakat juga mengetahui hukum formal atau hukum positif yang dibuat oleh pemerintah, sehingga nantinya tidak terjadi fictie hukum atau abstraksi hukum yang mana hanya sebagian masyarakat saja yang mengetahui tetapi masyarakat yang lain tidak atau belum mengetahui hukum atau peraturan hukum yang baru.

Karena itulah informasi hukum sangat dibutuhkan oleh masyarakat tidak hanya informasinya saja yang harus benar - benar akurat tetapi juga pendidikan yang harus digunakan.

Pendidikan dan penyebaran informasi hukum bagi masyarakat atau yang ditujukan kepada masyarakat dapat dilakukan dengan cara melakukan kerjasama dengan Perguruan Tinggi untuk memberikan penyuluhan atau juga dengan cara terjun langsung kepada masyarakat dalam rangka pengabdian masyarakat.

Dengan adanya pendidikan dan informasi hukum kepada masyarakat atau bagi masyarakat diharapkan nantinya tidak lagi terjadi diskriminasi hukum pada masyarakat, selama ini kita mengetahuinya bahwa banyak sekali terjadi diskriminasi hukum pada masyarakat. Hukum banyak digunakan oleh orang-orang yangtidak bertanggung jawab untuk lepas dari jeratan hukum. Karena itulah hukum perlu ditegakkan sehingga tidak terjadi lagi penyalah gunaan hukum dan masyarakat tidak lagi awam terhadap hukum sehingga hukum dapat ditegakkan sebagaimana mestinya.

Perkembangan Komputer


1. Belajar untuk mengatur tekhnologi informasi.

suatu pekerjaan mendesak dalam mengatur tekhnologi pada saat ini adalah memutuskan arsitektur organisasi untuk pengolahan informasi. Dalam bab ini kita akan membahas jenis-jenis komputer yang tersedia pada saat ini dan menyajikan evaluasi sejarah dari komputer. anda sudah terbiasa bekerja dalam suatu organisasi yang telah menggunakan komputer untuk waktu yang lama; perusaan arsitektur perangkat keras (hardware) mungkin meliputi beberapa komputer yang lebih tua. Mengatur seluruh persediaan komputer membutuhkan pemahaman jenis-jenis mesin yang berbeda, dalam cara yang telah mereka gunakan dan tren tekhnologi yang secara konstan mendorong evolusi dari organisasa strategi perangkat keras.

2. Persiapan untuk ambil bagian dalam sistem analisa dan rancangan

Meskipun terkadang kita mendapat tekanan rancangan logika dari sistem tidak terikat pada komputer dimana computer tersebut akan digunakan, dalam beberapa hal perancang harus menghadapi tekhnologi komputer. Sebuah sistem rancangan besar, komputer multi guna akan memiliki ciri-ciri karakter dari suatu pengguna PC. Akhir dari bab ini juga memberikan suatu ikhtisar dari beberapa alat output atau input yang tersedia. Aktivitas-aktivitas ini menolong memberikan definisi yang menghubungkan pengguna dengan sistem, yang merupakan hal penting untuk kesuksesan tersebut.

3. Merubah organisasi

Telah menghabiskan bertahun-tahun untuk membuat komputer dan komunikasi yang dapat merubah perusahaan dan industri. Perusahaan yang telah merubah dirinya sendiri tahu bagaimana mengatur serangkaian perbedaan dari komputer dan alat-alat lainnya; mereka berhasil dalam merespon tren dari tekhnologi dan perubahan yang berkelanjutan dalam perbandingan biaya/tampilan dari perbedaan jenis komputer.

Teknologi Pendidikan

Tanggal: 22 September 2002
Topik: belajar dari kasus hibah sejuta komputer

Dunia informasi dan teknologi berkembang sangat cepat dan merambah ke semua sektor kehidupan. Dunia Pendidikan yang berperan mencetak manusia yang menguasai teknologi mau tidak mau terkena imbas yang sama yaitu tersentuh dengan teknologi. Pendidikan yang identik dengan sekolah dan lembaga formal memanfaatkan perkembangan teknologi dengan cara menyediakan sarana dan prasarana demi tercapainya suasana belajar dan mengajar yang kondusif.

Namun, kenyataan di lapangan belum menunjukkan gambaran yang memuaskan. Saat ini masih banyak sekolah-sekolah (terutama yang berada di daerah pedesaan) belum tersentuh teknologi, terutama komputer. Di beberapa sekolah terungkap sistem manajemen dan Tata Usaha sekolah dikerjakan dengan manual. Mesin ketik sebagai sarana pembukuan administrasi masih menjadi alat utama sementara dilain sisi teknologi komputer telah berkembang pesat dalam sistem pengleloaan manajemen dan Tata Usaha. Bahkan kini teknologi komputer didukung dengan internet yang telah menjadi jendela penghubung dunia.

Sungguh ironis ketika hibah sejuta komputer dari pemerintah jepang yang ternyata disinyalir sebagai ajang bisnis miliaran rupiah kurang didukung dengan respon dari pemerintah. Dari kasus tersebut terungkap bahwa beberapa sekolah membutuhkan sarana komputer selain sebagai sarana penertiban administrasi juga sarana belajar siswa. Karena kita telah tertinggal jauh dengan siswa di eropa yang telah menggunakan teknologi komputer beberapa puluh tahun yang lalu sebagai sarana belajarnya.